Saatitu, Ramadhan benar-benar terwujud sebagai bulan kemuliaan dan kemenangan. Berikut catatan sejarah yang terjadi pada bulan suci Ramadhan: 17 Ramadhan 2 Hijriyah. Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan 2 H/624 M. Inilah peperangan pertama yang dilakukan kaum Muslim melawan kaum kafir Quraisy dari Makkah setelah hijrah ke Madinah. Kisah Perang Badar – Bagi kaum muslimin, Ramadan tidak hanya memiliki arti bulan suci semata. Di bulan tersebut, umat Islam diwajibkan untuk menahan diri dari rasa lapar, haus serta menahan emosi. Bulan Ramadan merupakan saat penting di mana Al-Quran diturunkan. Tidak hanya itu, bulan Ramadan juga menjadi pengingat bahwa pernah terjadi peperangan yang sangat dahsyat bagi umat Islam, yaitu perang badar. Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan tahun kedua sesudah umat Islam melakukan Hijrah. Umat Islam berhasil memenangi perang badar tersebut. Dalam sejarah, perang badar merupakan kemenangan agung karena para pejuang Islam berhasil menentang kemusyrikan dan kebatilan. Latar Belakang Terjadinya Perang BadarUmat Islam Menghadang Kafilah Abu Sufyan untuk Mengambil Hak yang Pernah Dirampas Kaum QuraisyPasukan Umat Islam Kalah dalam Jumlah, Tapi Tetap Semangat JihadPerang Badar Dimenangkan oleh Umat IslamHikmah dari Perang Badar yang Dapat Diteladani Kaum MuslimBeberapa Pemicu Terjadinya Perang Badar Kubra1. Umat Islam Mengalami Penindasan dan Teror oleh Kaum Quraisy2. Kebencian Abu Jahal Terhadap Nabi Muhammad SAW Memicu Ide Pembunuhan3. Umat Islam Diusir dan Seluruh Hartanya Dirampas Latar Belakang Terjadinya Perang Badar Perang Badar terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan tahun kedua Hijriah. Perang Badar melibatkan 314 pasukan umat Islam yang melawan lebih dari orang dari kaum Quraisy. Perang badar merupakan perang pertama yang dijalani umat Islam sejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW pada 622 Masehi. Di dalam Al-Quran, perang badar dijelaskan dalam beberapa ayat di Surat Ali-Imran. QS 3123 “Sesungguhnya Allah telah menolongmu dalam peperangan Badar. Padahal, kamu adalah ketika itu orang-orang yang lemah. Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah agar kamu mensyukuri-Nya.” QS 3124 “Ingatlah, ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin Apakah tidak cukup bagimu Allah membantumu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan dari langit?’”. QS 3125 “Ya cukup. Jika kamu bersabar dan siap siaga, lalu mereka datang menyerangmu dengan seketika, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.” QS 3126 “Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi kemenanganmu agar tentram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa. Secara historis, kata “badar” berasal dari nama sumber mata air yang terletak di antara Makkah dan Madinah. Oleh sebab itu, perang besar di bulan suci Ramadan itu dinamakan perang badar. Pada mulanya, tersiar kabar di Kota Madinah bahwa ada kafilah besar dari kaum Quraisy yang meninggalkan Syam untuk pulang ke Makkah. Kafilah tersebut membawa barang-barang perniagaan yang nilainya sangat besar berupa ekor unta beserta barang-barang berharga lainnya. Umat Islam Menghadang Kafilah Abu Sufyan untuk Mengambil Hak yang Pernah Dirampas Kaum Quraisy Umat Islam lantas menghadang kafilah dagang Abu Sufyan yang membawa barang dagangan Quraisy dari Syam. Alasan penghadangan tersebut adalah keinginan umat Islam untuk mengambil hak-hak mereka yang dulu pernah dirampas oleh kaum Quraisy. Sementara, di kalangan kaum Quraisy tumbuh rasa cemburu akibat perkembangan Kota Madinah di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, perang badar sesunggunya terjadi karena umat Islam ingin mempertahankan eksistensi agama Islam. Selain itu, Nabi Muhammad SAW berperang melawan kaum Quraisy juga bukan untuk meraih kekuasaan, kekayaan, kesenangan pribadi atau golongan semata. Lebih dari itu, Nabi Muhammad SAW ingin menegakkan agama Islam di muka bumi. Pasukan Umat Islam Kalah dalam Jumlah, Tapi Tetap Semangat Jihad Perang Badar terjadi saat 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah pada pagi hari. Pasukan umat muslim dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, sementara pasukan dari kaum Quraisy dipimpin oleh Abu Jahal. Dalam peperangan tersebut, umat Islam mengambil posisi yang terdekat dengan sumber air. Tempat tersebut dipilih oleh Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu bentuk strategi perang. Umat Islam memanfaatkan kondisi geografis dari Kawasan Badar. Misalnya, sahabat Saad bin Muadz membuat gundukan tanah di sekitar lokasi peperangan. Hal itu bertujuan agar Nabi Muhammad SAW bisa mengawasi jalannya perang serta memprediksi pola serangan yang tepat guna mengalahkan pasukan kaum Quraisy. Dalam perang badar tersebut, Nabi Muhammad SAW memimpin langsung penyerangan terhadap kaum Quraisy. Peperangan itu melibatkan 313 kaum muslim, 8 pedang, 6 baju perang, 70 ekor unta, serta 2 ekor kuda. Sementara, pasukan dari kaum Quraisy mengerahkan pasukan orang, 600 persenjataan lengkap, 700 unta, serta 300 kuda. Meskipun kalah dalam jumlah pasukan, kaum muslim tetap bersemangat untuk berjihad di bulan Ramadhan. Semangat perang itu berhasil menewaskan tiga pimpinan perang dari pasukan kaum Quraisy, yaitu Utbah, Syaibah, dan Walid bin Utbah. Di antara pasukan Quraisy yang menyerang umat Islam, terdapat kerabat Nabi Muhammad SAW dari kabilah Bani Hasyim. Mereka adalah paman nabi, Abbas bin Abdul Muthalib, Hakim sepupu Khadijah, dan lain sebagainya. Sesungguhnya pertempuran besar dalam perang badar itu di luar perkiraan umat muslim. Sebab, sejak awal Nabi Muhammad SAW telah merencanakan pengerahan pasukan muslim untuk peperangan biasa, bukan perang besar. Oleh sebab itu, pasukan umat Islam hanya berjumlah 313 orang. Saat melihat banyaknya tentara kaum kafir Quraisy berserta kelengkapan persenjataan, zirah, tombak, pedang, dan alat tempur lainnya, Nabi Muhammad SAW sempat menangis. Dia lantas berdoa kepada Allah SWT. “Ya Allah. Jikalau rombongan yang bersamaku ini ditakdirkan untuk binasa, maka tidak akan ada seorang pun setelah aku yang akan menyembah-Mu. Semua orang yang beriman akan meninggalkan agama Islam nan sejati ini.” Setelah berdoa, Nabi Muhammad SAW merancang strategi peperangan. Dia menjajarkan pasukan kaum muslim dalam formasi rapat. Dia juga memerintahkan agar sumur-sumur segera dikuasai untuk memutus pasokan air ke kaum kafir Quraisy. Selain itu, perang juga diawali dengan pertempuran jarak jauh. Saat pasukan kafir Quraisy bertolak untuk menyerang, umat Islam tidak segera menyambutnya dengan adu fisik secara langsung. Mereka terlebih dahulu menembakkan anak-anak panah dari kejauhan. Kemudian, barulah mereka menghunus pedang dan melakukan pertempuran. Lewat tengah hari, sebanyak 50 pemimpin pasukan kafir Quraisy tewas, termasuk Abu Jahal. Sementara itu, banyak sisanya yang lari tunggang-langgang. Sementara itu, korban dari kaum muslim hanya 14 orang. Selain memukul mundur 1000 tentara dari Quraisy, umat Islam juga berhasil mengambil rampasan 600 persenjataan lengkap, 700 unta, 300 kuda, serta perniagaan milik kafilah Abu Sufyan. Dengan kecerdikan Nabi Muhammad dan kedisiplinan pasukannya, umat Islam berhasil membalikkan keadaan yang membuat kehormatan dan kemuliaan Islam makin tegak di Jazirah, seperti halnya yang dibahas pada buku Perang Badar karya Abdul Hamid Jaudah al-Sahhar. Perang Badar Dimenangkan oleh Umat Islam Pada akhirnya, perang badar dimenangkan oleh pasukan dari umat Islam. Kemenangan pada perang badar tersebut membuat posisi Islam di kawasan Madinah kian kuat. Sementara, kaum Quraisy yang kalah di perang badar harus menelan kekecewaan mendalam. Mereka pun semakin berhasrat untuk membalas dendam dengan persiapan yang jauh lebih matang. Bagi umat Islam, perang badar adalah peristiwa besar, apalagi terjadinya pada bulan suci Ramadan. Perang badar menjadi pertempuran besar pertama umat Islam dalam melawan musuh. Melalui pertolongan Allah lah kaum muslim berhasil menang meskipun kalah jumlah. Bahkan, Allah SWT menamai perang badar sebagai Yaum Al-Furqan alias hari pembeda. Sebab, pada hari itu telah dibedakan mana saja yang haq dan yang batil. Saat itu Allah SWT menurunkan pertolongan besar untuk umat Islam dan memenangkan mereka atas musuh-musuhnya, yaitu kaum kafir Quraisy. Temukan perjalanan perang umat Islam dalam membela ajaran yang dianutnya pada buku Seni Perang Dalam Islam karya Shohibul Ulum. Hikmah dari Perang Badar yang Dapat Diteladani Kaum Muslim Perang badar diriwayatkan tidak memakan waktu lama. Hanya butuh waktu sekitar dua jam bagi pasukan muslim untuk menghancurkan pertahanan tantara kafir Quraisy. Segala kekacauan yang terjadi tersebut dimanfaatkan untuk memenangkan perang. Setelah perang badar usai, Nabi Muhammad SAW mengucapkan hal yang sangat penting dalam perjalanan pulang. “Wahai kaumku. Kita baru saja kembali dari jihad kecil perang badar dan menuju jihad besar.” Mendengar hal itu, para sahabat pun langsung terheran-heran. Sebab, perang badar yang sangat menentukan nasib kaum muslim hanya dianggap oleh Nabi Muhammad SAW sebagai jihad kecil. Para sahabat pun bertanya, “Apakah jihad yang lebih besar dari perang badar itu, Wahai Rasulullah?” “Jihad melawan hawa nafsu,” jawab Nabi Muhammad SAW. Menurut Rasulullah SAW, melawan segala hawa nafsu adalah hakikat dari jihad yang sebenarnya. Oleh sebab itu, salah satu hikmah dari perang badar di bulan Ramadan adalah semangat berjihad melawan hawa nafsu. Meskipun demikian, saat terjadi perang badar terdapat rukhsah atau keringanan bagi kaum muslim untuk tidak melakukan puasa. Hal ini disampaikan oleh Abu Sa’id Al-Khudri, “Kami berperang bersama Rasulullah SAW. Di antara kami ada yang berpuasa, namun ada pula yang berbuka. Orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka. Sebaliknya, orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa.” Ibnu Mulaqqin. Beberapa Pemicu Terjadinya Perang Badar Kubra Seperti diketahui, Nabi Muhammad SAW terlahir dari keluarga Bani Hasyim dan suku Quraisy. Sejak Nabi Muhammad menerima wahyu di usia 40 tahun, perjalanan dakwahnya dilindungi oleh sang paman, pemimpin Bani Hasyim yang berasal dari suku Quraisy, yakni Abu Thalib. Pascakematian Abu Thalib pada 619 M, kepemimpinan Bani Hasyim diteruskan kepada Amr bin Hisyam alias Abu Jahal yang sangat memusuhi Muhammad SAW. Kemunculan Nabi Muhammad SAW serta kegiatan dakwahnya secara tidak langsung telah mengancam posisi Abu Jahal sebagai penguasa Makkah. Selain itu, kaum Quraisy lainnya juga melihat umat Islam sebagai penjahat yang mengancam lingkungan serta kewibawaan mereka. Perjuangan umat Islam sejak perang Badar hingga perang era Khulafaur Rasyidin dapat Grameds pelajari kronologi serta berbagai nilai yang diajaran Nabi Muhammad SAW di dalamnya pada buku Kemelut Perang Di Zaman Rasulullah. 1. Umat Islam Mengalami Penindasan dan Teror oleh Kaum Quraisy Sebelum perang badar terjadi, umat Islam mengalami perlakuan buruk dari kaum kafir Quraisy. Penindasan itu tidak hanya terjadi di Kota Makkah, tekanan itu juga dirasakan hingga ke Madinah. Teror demi terror dilakukan oleh kaum kafir Quraisy. Mereka menyerang serta menguasai harta benda kaum muslim lantaran takut hasil perdagangan akan banyak berpindah kepada kaum muslim. Tidak hanya itu, kaum kafir Quraisy yang menyatakan beriman dan memeluk agama Islam langsung dikeluarkan dari sukunya. Menurut kaum Quraisy, itu merupakan suatu hinaan serius sehingga memicu terjadinya peperangan, yaitu Badar Kubra atau lebih dikenal sebagai perang badar. Bahkan kaum Quraisy yang memeluk agama Islam menerima akibat dikeluarkan dari sukunya, yang mana hal tersebut merupakan suatu penghinaan yang amat serius bagi seseorang pada masa itu sehingga sanggup menjadi pemicu atau penyebab perang Badar Kubra. 2. Kebencian Abu Jahal Terhadap Nabi Muhammad SAW Memicu Ide Pembunuhan Seperti diketahui, kebencian Abu Jahal terhadap Nabi Muhammad SAW dan umat Islam telah muncul sejak nabi menerima dan menyebarkan wahyu pertamanya. Bagi Abu Jahal, ajaran baru Nabi Muhammad SAW tersebut bukan hanya keluar dari budaya warisan nenek moyang, melainkan juga menyinggung eksistensi Abu Jahal sebagai tokoh masyarakat Quraisy Makkah. Intimidasi dan penganiayaan terhadap Nabi Muhammad SAW semakin menjadi-jadi setelah Abu Thalib meninggal dunia. Misalnya, saat Nabi Muhammad SAW tengah berjalan-jalan di Kota Makkah, terdapat seorang anak muda Quraisy yang melemparinya kotoran. Setibanya di rumah, Fatimah, anak perempuan Rasulullah SAW yang masih kecil menangis melihat perlakuan yang diterima ayahnya. Nabi Muhammad SAW pun berupaya menenangkan gadis kecil kesayangannya itu. “Janganlah menangis, gadis kecilku, sebab Allah SWT akan melindungi ayahmu,” ucap Nabi Muhammad SAW. Dia kemudian menambahkan kalimat itu untuk dirinya sendiri,” Quraisy tidak pernah memperlakukanku seburuk ini ketika Abu Thalib masih hidup”. Pada kesempatan lain, Abu Jahal merencanakan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad SAW. Agar tidak menimbulkan dendam di keluarga Bani Hasyim klan Nabi Muhammad SAW, Abu Jahal meminta setiap pemuda berpengaruh yang ada di bani Quraisy untuk terlibat. Dengan demikian, setiap bani akan bertanggung jawab memberikan uang ganti darah yang memuaskan bagi keluarga Bani Hasyim. Di sisi lain, Bani Hasyim juga tak mungkin menuntut balas kepada mayoritas bani Quraisy. Namun demikian, persekongkolan tersebut telah diketahui Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Akhirnya, Nabi Muhammad SAW memutuskan hijrah meninggalkan rumahnya bersama Abu Bakar menuju Yatsrib, Madinah. Nabi Muhammad SAW mengecoh musuh yang mengepung rumahnya dengan cara membiarkan Ali mengisi tempat tidurnya. Saat hijrah, sebagian besar penduduk Madinah menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW dengan tangan terbuka. Hal itu ditandai dengan kesempatan saling melindungi antar kaum muslim, Yahudi, serta suku-suku di Yatsrib melalui Piagam Madinah. Piagam Madinah menjadi tanda awal agama Islam sebagai pemersatu. Namun demikian, hal itu bukan berarti konflik dengan Quraisy Makkah mereda. Kaum Muhajirin atau penduduk Makkah yang ikut hijrah mengalami kesulitan dalam mencari nafkah di Madinah. Banyak dari mereka yang menggantungkan hidup kepada kaum Anshar penduduk Madinah yang sudah memeluk agama Islam. Saat itulah, Allah SWT menurunkan wahyu melalui Surat Al-Hajj 39-40. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW diizinkan berjihad bersama pengikutnya untuk memerangi orang yang memerangi mereka. Ini ayat Alquran yang berisi perintah jihad. Setelah wahyu tentang jihad tersebut turun, Nabi Muhammad SAW bersama kaum Muhajirin menerapkan ghazwu serangan demi bertahan hidup yang biasa dilakukan oleh masyarakat Arab nomaden. Ghazwu akan menyasar kafilah dagang Quraisy Makkah. Fokus mereka adalah mengambil harta benda, hewan ternak, serta hasil dagang seraya menghindari jatuhnya korban jiwa. 3. Umat Islam Diusir dan Seluruh Hartanya Dirampas Semenjak Nabi Muhammad SAW gencar berdakwah kepada kaumnya, orang-orang yang tergolong musyrik di Makkah sudah melancarkan peperangan. Mereka menghalalkan darah kaum muhajirin serta merebut paksa kekayaan umat muslim tersebut. Kekerasan terhadap umat muslim semakin meningkat manakala perlindungan dari Abu Thalib hilang. Lantaran terus-menerus menerima teror dari kaum Quraisy, umat Islam pada akhirnya hijrah ke Madinah pada tahun 622 M. Namun, mereka meninggalkan harta bendanya untuk hijrah. Akibatnya, semua harta yang mereka miliki dirampas oleh kaum kafir Quraisy. Demikianlah kisah perang badar yang terjadi di bulan suci Ramadhan. Semoga perjuangan kaum muslimin dalam memerangi kekafiran dapat menjadi pelajaran dan hikmah. Baca juga artikel seputar Kisah Nabi berikut ini Kisah Nabi Yunus AS dan Penyesalannya dari Dalam Perut Ikan Paus Kisah Nabi Ayyub Belajar Sabar Menghadapi Ujian Kisah Nabi Ibrahim AS & Mukjizat Nabi Ibrahin As Kisah Nabi Adam AS Kisah Nabi Musa AS Kisah Nabi Yunus AS Kisah Nabi Idris AS Kisah Nabi Yusuf AS Kisah Nabi Ibrahim AS ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Dalamperang Badar, Bilal meneriakkan, “Ahad. Ahad!” Namun bedanya, kali ini atas perintah Nabi Muhammad SAW, teriakan tersebut menjadi semboyan bagi pasukan Islam. Pekik “Ahad. Ahad!” menggema selama perang berlangsung. Dalam perang Badar, suku Quraisy mengerahkan para pemukanya untuk turut serta turun dalam perang.

- Salah satu kejadian penting pada bulan Ramadan di masa awal perkembangan Islam ialah perang Badar. Saat bertempur dengan kaum kafir Quraisy di perang itu, pasukan Islam sedang berpuasa. Kondisi lapar dan haus tidak menahan para sahabat untuk berperang menegakkan panji Islam di awal masa kenabian Rasulullah SAW tersebut. Perang Badar terjadi pada tanggal 13 Maret 624 M, atau hari ke-17 Ramadan tahun 2 hijriah. Jadi, perang Badar berlangsung tepat pada tanggal 17 Ramadhan. Dikutip dari NU Online, perang badar juga terjadi pada tahun pertama umat Islam diwajibkan puasa pada bulan Badar sebenarnya merupakan penyergapan pada kafilah pimpinan Abu Sufyan yang pulang dari ekspedisi dagang dari Suriah. Penyergapan tersebut penting karena menjadi simbol politis dari pengaruh Islam di tanah Arab. Dalam bukunya, Muhammad Prophet for Our Time 2006, Karen Amstrong menulis bahwa Abu Sufyan kemudian mendengar kabar, kaum muslimin bermaksud menyerang kafilahnya. Karena itu, Abu Sufyan mengambil rute berbeda, bertolak menjauhi jalur pantai Laut Merah dan mengirim utusan untuk berangkat duluan ke Makkah demi meminta bantuan. Mendengar bahwa umat Islam akan menyerang kafilah Abu Sufyan, kaum Quraisy Makkah menjadi berang. Rencana penyergapan oleh pasukan muslim Madinah itu dinilai menodai kehormatan kaum Quraisy. Maka itu, kabilah-kabilah di Makkah segera memasok bala tentara dengan jumlah total 1000 orang guna menghadapi pasukan Islam yang jumlahnya jauh lebih sedikit. Di antara pasukan Quraisy itu, bahkan terdapat kerabat Rasulullah SAW dari kabilah bani Hasyim, seperti paman nabi, Abbas bin Abdul Muthallib, Hakim sepupu Khadijah, dan sebagainya. Pertempuran besar dalam perang Badar sebenarnya di luar perkiraan umat Islam. Sejak awal, Nabi Muhammad SAW merencanakan pengerahan pasukan muslim buat penyergapan biasa, bukan demi perang besar. Karena itulah, pasukan Islam saat itu tidak banyak, hanya 313 orang. Tariq Ramadan dalam buku Footsteps of the Prophet Lessons from the Life of Muhammad 2014 menuliskan ketika kedua pasukan berkemah di Badar, tampak sekali perbedaan kekuatan antara tentara Quraisy dan pasukan muslim. Ketika melihat besarnya tentara Makkah berserta banyaknya persenjataan, zirah, tombak, pedang, dan alat-alat tempur yang lengkap, Nabi Muhammad SAW sempat menangis dan lalu bermunajat, dengan membaca doa“Ya Allah, jikalau rombongan yang bersamaku ini ditakdirkan untuk binasa, takkan ada seorang pun setelah aku yang akan menyembah-Mu; semua orang beriman akan meninggalkan agama nan sejati.”Setelah itu, Nabi Muhammad SAW merancang strategi perlawanan. Beliau menjejerkan tentaranya dalam formasi rapat, sekaligus memerintahkan agar sumur-sumur segera dikuasai guna memutus pasokan air ke pasukan Quraisy. Strategi lainnya adalah mengawali perang dengan pertempuran jarak jauh. Ketika pasukan Quraisy bertolak untuk menyerang, pasukan Islam tidak segera menyambutnya dengan duel fisik langsung, melainkan lebih dahulu menembakkan anak-anak panah dari kejauhan. Setelah itu, baru mereka menghunus pedang dan bertempur satu lawan satu. Dengan strategi yang rapi dan penuh perhitungan, setelah tengah hari, 50 pemimpin suku Quraisy tewas, termasuk Abu Jahal. Sementara sisanya banyak yang kabur. Di sisi lain, korban dari kubu pasukan muslim hanya 14 akhir perang Badar, selain berhasil memukul mundur 1000 tentara dari Quraisy, pasukan muslim pun mengambil rampasan 600 pesenjataan lengkap, 700 unta, 300 kuda, serta peniagaan kafilah Abu Sufyan. Pertempuran Badar diriwayatkan tidak berlangsung lama. Diperkirakan hanya butuh waktu sekitar dua jam bagi pasukan muslim untuk memporak-porandakan pertahanan bala tentara Quraisy, dan memanfaatkan kekacauan tersebut untuk memenangkan perang. Sekembalinya dari Badar, dalam perjalanan pulang, Nabi Muhammad SAW mengucapkan hadis yang sangat penting, yaitu "Kita baru kembali dari Jihad Kecil peperangan Badar dan menuju Jihad Besar."Para sahabat keheranan. Perang Badar yang sangat menentukan nasib umat Islam hanya dianggap oleh Rasulullah SAW sebagai Jihad Kecil. Menanggapi hal itu, sahabat pun bertanya “Apakah jihad yang lebih besar itu, Wahai Rasulullah?” Jawab beliau, “Jihad melawan hawa nafsu.”Menundukkan hawa nafsu adalah hakikat dari jihad yang sebenarnya. Oleh karena itu, salah satu hikmah perang Badar di bulan Ramadan adalah ketegaran berjihad melawan hawa nafsu sendiri. Kendati demikian, sebenarnya saat terjadi perang Badar, ada rukhsah atau keringanan bagi umat Islam untuk tidak berpuasa. Hal ini disampaikan oleh Abu Sa'id Al-Khudri dalam hadis berikut "Kami berperang bersama Rasulullah SAW ... di antara kami ada yang berpuasa, ada pula yang berbuka. Orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka, dan orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa,” Ibnu Mulaqqin.Baca juga Perang Badar Kemenangan Besar Kaum Muslim di Bulan Ramadan Ramadan ala Rasulullah Kala Perang Badar dan Pembebasan Makkah Sejarah Perang Badar dan Kejelian Politik Nabi Muhammad Perang Badar dan Jihad Akbar Mengubah Tatanan Sosial di Madinah - Sosial Budaya Kontributor Abdul HadiPenulis Abdul HadiEditor Addi M Idhom AHADPERANG BADAR KOMIK SEJARAH PERADABAN ISLAM. Dinilai 0 dari 5. Rp 40.000. Al Ma’tsurat Kubro. Dinilai 0 dari 5. Rp 5.000. Al Matsurat sugra. Dinilai 0 dari 5. Rp 2.000. At Tibyan Adab Berinteraksi dengan Al QUr’an. Dinilai 0 dari 5. Rp 90.000. JATUH UNTUK BANGKIT. Dinilai 0 dari 5. Rp 40.000. Komik HEYYO 24 JAM BERPAHALA. Perang Badar Perang Badar terjadi pada 7 Ramadhan, dua tahun setelah hijrah. Ini adalah peperangan pertama yang mana kaum Muslim Muslimin mendapat kemenangan terhadap kaum Kafir dan merupakan peperangan yang sangat terkenal karena beberapa kejadian yang ajaib terjadi dalam peperangan tersebut. Rasulullah Shallalaahu 'alayhi wa sallam telah memberikan semangat kepada Muslimin untuk menghadang khafilah suku Quraish yang akan kembali ke Mekkah dari Syam. Muslimin keluar dengan 300 lebih tentara tidak ada niat untuk menghadapi khafilah dagang yang hanya terdiri dari 40 lelaki, tidak berniat untuk menyerang tetapi hanya untuk menunjuk kekuatan terhadap mereka. Khafilah dagang itu lolos, tetapi Abu Sufyan telah menghantar pesan kepada kaumnya suku Quraish untuk datang dan menyelamatkannya. Kaum Quraish maju dengan pasukan besar yang terdiri dari 1000 lelaki, 600 pakaian perang, 100 ekor kuda, dan 700 ekor unta, dan persediaan makanan mewah yang cukup untuk beberapa hari. Kafir Quraish ingin menjadikan peperangan ini sebagai kemenangan bagi mereka yang akan meletakkan rasa takut di dalam hati seluruh kaum bangsa Arab. Mereka hendak menghancurkan Muslimin dan mendapatkan keagungan dan kehebatan. Banyangkan, pasukan Muslimin dengan jumlah tentara yang kecil termasuk 2 ekor kuda, keluar dengan niat mereka hanya untuk menghadang 40 lelaki yang tidak bersenjata akan tetapi harus menghadapi pasukan yang dipersiapkan dengan baik -3 kali- dari jumlah mereka. Rasulullah SAW dengan mudah meminta mereka Muslimin untuk perang dan mereka tidak akan menolak, akan tetapi, beliau SAW ingin menekankan kepada pengikutnya bahwa mereka harus mempertahankan keyakinan dan keimanan dan untuk menjadi pelajaran bagi kita. Beliau SAW mengumpulkan para sahabatnya untuk mengadakan musyawarah. Banyak di antara sahabat Muhajirin yang memberikan usulan, dengan menggunakan kata-kata yang baik untuk menerangkan dedikasi mereka. Tetapi ada seorang sahabat yaitu Miqdad bin Al-Aswad ra., dia berdiri dihadapan mereka yang masih merasa takut dan berkata kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah SAW!, Kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh bani Israel kepada Musa AS, 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu, kami duduk menunggu di sini' Dalam surah Al-Maidah. Pergilah bersama dengan keberkahan Allah dan kami akan bersama dengan mu !". Rasulullah SAW merasa sangat suka, akan tetapi Rasulullah hanya diam, beliau menunggu dan beberapa orang dari sahabat dapat mengetahui keinginan Beliau SAW. Sejauh ini hanya sahabat Muhajirin yang telah menyatakan kesungguhan mereka, akan tetapi Beliau menuggu para sahabat Anshor yang sebagian besar tidak hadir dalam baiat 'Aqaabah untuk turut serta dalam berperang melawan kekuatan musuh bersama-sama Rasulullah SAW di luar kawasan mereka. Maka, pemimpin besar sahabat Anshor, Sa'ad bin Muadh angkat bicara, "Ya Rasulullah SAW mungkin yang engkau maksudkan adalah kami". Rasulullah SAW menyetujuinya. S'ad kemudian menyampaikan pidatonya yang sangat indah yang mana dia berkata, "Wahai utusan Allah, kami telah mempercayai bahwa engkau berkata benar, Kami telah memberikan kepadamu kesetiaan kami untuk mendengar dan thaat kepadamu... Demi ALlah, Dia yang telah mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau memasuki laut, kami akan ikut memasukinya bersamamu dan tidaka ada seorangpun dari kami yang akan tertinggal di belakang... Mudah-mudahan Allah akan menunjukkan kepadamu yang mana tindakan kami akan menyukakan mu. Maka Majulah bersama-sama kami, letakkan kepercayaan kami di dalam keberkahan Allah". Rasulullah sangat menyukai apa yang disampaikan dan kemudian beluai bersabda, "Majulah ke depan dan yakinlah yang Allah telah menjajikan kepadaku satu dari keduanya khafilah dagang atau perang, dan demi Allah, seolah olah aku telah dapat melihat pasukan musuh terbaring kalah". Pasukan Muslimin bergerak maju dan kemudian berhenti sejenak di tempat yang berdekatan dengan Badar tempat paling dekat ke Madinah yang berada di utara Mekkah. Seorang sahabat bernama, Al-Hubab bin Mundhir ra., bertanya kepada Rasulullah SAW, " Apakah ALlah mewahyukan kepadamu untuk memilih tempat ini atau ianya strategi perang hasil keputusan musyawarah?". Rasulullah SAW bersabda, "Ini adalah hasil strategi perang dan keputusan musyawarah". Maka Al-Hubab telah mengusulkan kembali kepada Rasulullah SAW agar pasukan Muslimin sebaiknya bermarkas lebih ke selatan tempat yang paling dekat dengan sumber air, kemudian membuat kolam persediaan air untuk mereka dan menghancurkan sumber air yang lain sehingga dapat menghalang orang kafir Quraish dari mendapatkan air. Rasulullah SAW menyetujui usulan tersebut dan melaksanakannya [*]. Kemudian Sa'ad bin Muadh mengusulkan untuk membangun benteng untuk Rasulullah SAW untuk melindungi beliau dan sebagai markas bagi pasukan Muslimin. Rasulullah SAW dan Abu Bakar ra. tinggal di dalam benteng sementara Sa'ad bin Muadh dan sekumpulan lelaki menjaganya. Rasulullah SAW telah menghabiskan sepanjang-panjang malam dengan berdoa dan beribadah walaupun beliau SAWmengetahui bahwa Allah ta'ala telah menjanjikannya kemenangan. Ianya melebihi cintanya dan penghambaannya dan penyerahandiri kepada Allah ta'ala dengan ibadah yang Beliau SAW kerjakan. Dan ianya telah dikatakan sebagai bentuk tertinggi dari ibadah yang dikenal sebagai 'ainul yaqiin. PERANG KHANDAK Di Madinah terdapat komplot yang mahu membunuh Nabi, yang digerakkan oleh orang orang Yahudi Banu Nadhir. Di kala Nabi berjalan jalan di lorong mereka, nyaris saja Nabi dapat mereka bunuh. Untung Nabi dapat mengetahui terlebih dahulu, sehingga terhindar dari bahaya. Hal ini ternyata melanggar perjanjian mereka dengan Nabi. Kerana ini, sesuai dengan perjanjian itu, maka Nabi mengeluarkan perintah agar semua bangsa Yahudi keluar dari kota Madinah dan kepada mereka diizinkan membawa semua harta benda dan kekayaan mereka. Tetapi mereka menentang perintah ini kerana merasa kuat dan mengharapkan bantuan Abdullah bin Ubay. Sesudah dikepung oleh tentera Islam, mereka menyerah kalah, dilucutkan senjata dan diusir keluar Madinah. Pengusiran ini terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal tahun keempat Hijrah. Dengan pengusiran ini, bergabunglah kekuatan Yahudi dengan kekuatan kaum kafir Quraisy yang ada di kota Makkah, untuk menyerang Nabi dan ummat Islam. Kekuatan mereka ditambah lagi dengan bergabungnya orang Ghatafan dan Habsyi. Kota Madinah dikepung dari segala pihak oleh tentera gabungan musuh ini. Menurut nasihat Salman al-Farisi sahabat Nabi bangsa Persia, Nabi memerintahkan untuk menggali parit di sekeliling kota Madinah, lebih lebih daerah yang kurang kuat pertahanannya. Satu sektor dan parit ini, diserahkan kepada Banu Quraidzah mempertahankannya. Di luar parit pertahanan itu, tampak tentera musuh berkumpul dengan khemah mereka, yang berjumlah tidak kurang dari sepuluh ribu tentera, terdiri dari kaum Quraisy, Banu Kinanah, Ghatafan, Tihamah dan Najid. Nabi hanya dapat mengumpulkan tentera dua ribu orang. Setiap tentera Islam sudah siap di pinggir parit pertahanan, mereka menanti musuh yang datang menyerang. Setiap musuh yang datang menyerang, dapat diundurkan. Akhirnya musuh mengundur diri dan mengubah cara dengan menghalang agar penduduk kota Madinah mati kelaparan. Dua puluh hari dua puluh malam lamanya halangan itu dijalankan. Kaum Muslimin mulai diserang kelaparan. Keadaan bertambah sulit bagi ummat Islam, setelah pemimpin Banu Quraidzah yang bernama Ka'ab bin Asad menyeleweng dan lari ke pihak musuh, sedang dia adalah orang yang tahu benar strateji pertahanan Nabi. Ramai tentera Islam yang takut dan khuatir kerana peristiwa itu. Mereka khuatirkan kalau kalau kerana pengaruh orang orang munafik yang menyeleweng itu, teman temannya yang lain dalam tentera Islam akan turut menyeleweng sama. Setelah lebih dua puluh hari, tentera musuh tidak tahan hati, lalu menyerbu dengan melompati parit yang agak sempit dengan kuda mereka. Ali yang berbadan kecil itu, telah dapat membunuh pemerintah tentera musuh yang bernama 'Amru bin Abdu Wid yang berbadan besar dan gemuk. Sedang Safiah, anak perempuan nenek Nabi Abdul Muttalib, dapat menewaskan pemuka Yahudi. Kerana keadaan, Nabi mengadakan tipu muslihat. Nu'aim adalah pemuka bangsa Ghatafan yang telah masuk Islam tetapi tidak diketahui oleh kaumnya, diutus oleh Nabi untuk menemui musuh dengan tipu muslihat. Bangsa Ghatafan Yahudi dihasutnya untuk tidak percaya kepada bangsa Quraisy dan sebaliknya bangsa Quraisy pun dihasutnya supaya tidak percaya kepada bangsa Ghatafan, dengan kata katanya. Barisan musuh mulai saling mencurigai antara satu sama lain. Di kala itu turunlah angin keras, menyebabkan musuh lebih kelam kabut takut kepada kawan sendiri. Akhirnya mereka mengundurkan diri ke kampungnya masing masing. Setelah tempat itu bersih dari semua tentera musuh, Nabi lalu berkata kepada kaum Muslimin "Ini adalah kali penghabisan buat bangsa Quraisy menyerang kita. Mulai sekarang kita diwajibkan menyerang mereka." Sebelum sembahyang Asar di hari itu juga, di kala tentera Islam yang letih dan lesu itu sedang beristirahat, tiba tiba terdengar mu'azzin azan dengan suara yang nyaring. Kaum Muslimin lalu berkumpul mahu sembahyang. Tetapi sebelum sembahyang, mu'azzin itu menyiarkan perintah Nabi yang berbunyi "Barangsiapa yang suka mendengar dan patuh, tidaklah ia sembahyang Asar hari ini, kecuali di tempat kediaman Banu Quraidzah." Hal ini bererti bahawa mereka di saat itu juga harus menyerang Banu Quraidzah yang telah mengkhianati kaum Islam di medan perang dan ini adalah perintah Malaikat kepada Nabi. Dua puluh lima hari lamanya Banu Quraidzah yang terdiri dari bangsa Yahudi itu dikepung dan akhirnya menyerah kalah. Kaum Aus meminta kepada Nabi, agar mereka itu jangan dibunuh, tetapi diusir saja seperti Banu Nadhir dahulu. Tetapi mengingat besarnya pengkhianatan mereka, Nabi tidak dapat menghukum mereka dengan hanya mengusir saja, yang mungkin akan menambah kekuatan musuh pula jadinya. Akhirnya Nabi mendapat akal baru. Sa'ad bin Mu'az diangkat Nabi menjadi hakim terhadap tawanan tawanan itu. Nabi menyerahkan keputusan kepada hakim ini. Mendengar itu kaum Aus merasa puas dan Banu Quraidzah sendiri pun timbul harapan bagi mereka. Sa'ad sendiri di perang Khandak, kena panah dari kaum Quraidzah ini. Dia mendoa agar dia jangan mati dahulu sebelum dapat menghukum kaum pengkhianat ini. Banu Quraidzah dimintanya bersumpah untuk tunduk atas keputusan yang akan diambilnya. Setelah sumpah selesai, Sa'ad bin Mu'az lalu menetapkan keputusan sebagai berikut "Lelaki bangsa Quraidzah dibunuh semua yang bersalah, harta bendanya dibagi bagi dan anak anak serta perempuan perempuannya ditawan." Tujuh ratus orang lelaki Banu Quraidzah yang khianat itu pun dibunuh, kerana dosa mereka yang besar sekali. Begitulah hukum yang ditetapkan Tuhan bagi mereka. Sejak hari itu, tamatlah riwayat bangsa Yahudi dari kota Madinah. Sebahagian mereka pindah ke Syria, sebahagian lagi ke Khaibar. Begitulah nasib mereka kerana melanggar perjanjian dan mengkhianati langsung umat Islam dan Nabi. PERANG UHUD Pengalaman pahit yang dirasakan oleh kaum Quraisy dalam perang Badar telah menyisakan luka mendalam nan menyakitkan. Betapa tidak, walaupun jumlah mereka jauh lebih besar dan perlengkapan perang mereka lebih memadai, namun ternyata mereka harus menanggung kerugian materi yang tidak sedikit. Dan yang lebih menyakitkan mereka adalah hilangnya para tokoh mereka. Rasa sakit ini, ditambah lagi dengan tekad untuk mengembalikan pamor Suku Quraisy yang telah terkoyak dalam Perang Badar, mendorong mereka melakukan aksi balas dendam terhadap kaum Muslimin. Sehingga terjadilah beberapa peperangan setelah Perang Badar. Perang Uhud termasuk di antara peperangan dahsyat yang terjadi akibat api dendam ini. Disebut perang Uhud karena perang ini berkecamuk di dekat gunung Uhud. Sebuah gunung dengan ketinggian 128 meter kala itu, sedangkan sekarang ketinggiannya hanya 121 meter. Bukit ini berada di sebelah utara Madinah dengan jarak 5,5 km dari Masjid Nabawi. WAKTU KEJADIAN Para Ahli Sirah sepakat bahwa perang ini terjadi pada bulan Syawwâl tahun ketiga hijrah Rasulullâh Salallahu Alaihi Wassalam ke Madinah. Namun mereka berselisih tentang harinya. Pendapat yang yang paling masyhûr menyebutkan bahwa perang ini terjadi pada hari Sabtu, pertengahan bulan Syawwal. PENYEBAB PERANG Di samping perang ini dipicu oleh api dendam sebagaimana disebutkan diawal, ada juga penyebab lain yang tidak kalah pentingnya yaitu misi menyelamatkan jalur bisnis mereka ke Syam dari kaum Muslimin yang dianggap sering mengganggu. Mereka juga berharap bisa memusnahkan kekuatan kaum Muslimin sebelum menjadi sebuah kekuatan yang dikhawatirkan akan mengancam keberadaan Quraisy. Inilah beberapa motivasi yang melatarbelakangi penyerangan yang dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap kaum Muslimin di Madinah. JUMLAH PASUKAN Kaum Quraisy sejak dini telah mempersiapkan pasukan mereka. Barang dagangan dan keuntungan yang dihasilkan oleh Abu Sufyân beserta rombongan yang selamat dari sergapan kaum Muslimin dikhususkan untuk bekal pasukan mereka dalam perang Uhud. Untuk menyukseskan misi mereka dalam perang Uhud ini, kaum Quraisy berhasil mengumpulkan 3 ribu pasukan yang terdiri dari kaum Quraisy dan suku-suku yang loyal kepada Quraisy seperti Bani Kinânah dan penduduk Tihâmah. Mereka memiliki 200 pasukan berkuda dan 700 pasukan yang memakai baju besi. Mereka mengangkat Khâlid bin al-WalÃd sebagai komandan sayap kanan, sementara sayap kiri di bawah komando Ikrimah bin Abu Jahl. Mereka juga mengajak beberapa orang wanita untuk membangkitkan semangat pasukan Quraisy dan menjaga mereka supaya tidak melarikan diri. Sebab jika ada yang melarikan diri, dia akan dicela oleh para wanita ini. Tentang jumlah wanita ini, para Ahli Sirah berbeda pendapat. Ibnu Ishâq rahimahullah menyebutkan bahwa jumlah mereka 8 orang, al-Wâqidi rahimahullah menyebutkan 14 orang, sedangkan Ibnu Sa’d rahimahullah menyebutkan 15 wanita. MIMPI RASÛLULLÂH SHALLALLÂHU 'ALAIHI WASALLAM Sebelum peperangan ini berkecamuk, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam diperlihatkan peristiwa yang akan terjadi dalam perang ini melalui mimpi. Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menceritakan mimpi ini kepada para Sahabat. Beliau Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda “Saya bermimpi mengayunkan pedang lalu pedang itu patah ujungnya. Itu isyarat-pent musibah yang menimpa kaum Muslimin dalam Perang Uhud. Kemudian saya ayunkan lagi pedang itu lalu pedang itu baik lagi, lebih baik dari sebelumnya. Itu isyarat –pent- kemenangan yang Allah Ta’ala anugerahkan dan persatuan kaum Muslimin. Dalam mimpi itu saya juga melihat sapi –Dan apa yang Allah lakukan itu adalah yang terbaik- Itu isyarat terhadap kaum Muslimin yang menjadi korban dalam perang Uhud. Kebaikan adalah kebaikan yang Allah Ta’ala anugerahkan dan balasan kejujuran yang Allah Ta’ala karuniakan setelah perang Badar”. Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menakwilkan mimpi Beliau ini dengan kekalahan dan kematian yang akan terjadi dalam Perang Uhud. Saat mengetahui kedatangan Quraisy untuk menyerbu kaum Muslimin di Madinah, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam mengajak para Sahabat bermusyawarah untuk mengambil tindakan terbaik. Apakah mereka tetap tinggal di Madinah menunggu dan menyambut musuh di kota Madinah ataukah mereka akan menyongsong musuh di luar Madinah? Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam cenderung mengajak para Sahabat bertahan di Madinah dan melakukan perang kota, namun sekelompok kaum Anshâr radhiallahu'anhum mengatakan, “Wahai Nabiyullâh! Sesungguhnya kami benci berperang di jalan kota Madinah. Pada jaman jahiliyah kami telah berusaha menghindari peperangan dalam kota, maka setelah Islam kita lebih berhak untuk menghindarinya. Cegatlah mereka di luar Madinah !" Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersiap untuk berangkat. Beliau mengenakan baju besi dan segala peralatan perang. Setelah menyadari keadaan, para Sahabat saling menyalahkan. Akhirnya, mereka mengatakan “Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menawarkan sesuatu, namun kalian mengajukan yang lain. Wahai Hamzah, temuilah Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan katakanlah, “Kami mengikuti pendapatmu”". Hamzah radhiallahu’anhu pun datang menemui Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan mengatakan, Wahai Rasulullâh, sesungguhnya para pengikutmu saling menyalahkan dan akhirnya mengatakan, Kami mengikuti pendapatmu.’ Mendengar ucapan paman beliau ini, Rasulullâh Salallahu Alaihi Wassalam bersabda Sesungguhnya jika seorang Nabi sudah mengenakan peralatan perangnya, maka dia tidak akan menanggalkannya hingga terjadi peperangan’. Keputusan musyawarah tersebut adalah menghadang musuh di luar kota Madinah. Ibnu Ishâq rahimahullah dan yang lainnya menyebutkan bahwa Abdullâh ibnu Salûl setuju dengan pendapat Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam untuk tetap bertahan di Madinah. Sementara at-Thabari membawakan riwayat yang berlawanan dengan riwayat Ibnu Ishâq rahimahullah, namun dalam sanad yang kedua ini ada orang yang tertuduh dan sering melakukan kesalahan. Oleh karena itu, al-Bâkiri dalam tesisnya lebih menguatkan riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Ishâq rahimahullah. Para Ulama Ahli Sirah menyebutkan bahwa yang memotivasi para Sahabat untuk menyongsong musuh di luar Madinah yaitu keinginan untuk menunjukkan keberanian mereka di hadapan musuh, juga keinginan untuk turut andil dalam jihad, karena mereka tidak mendapat kesempatan untuk ikut dalam Perang Badar. Sementara, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam lebih memilih untuk tetap tinggal dan bertahan di Madinah, karena Beliau ingin memanfaatkan bangunan-bangunan Madinah serta memanfaatkan orang-orang yang tinggal di Madinah. PELAJARAN DARI KISAH Kaum Muslimin yang sedang berada di daerah, jika diserbu oleh musuh, maka mereka tidak wajib menyongsong kedatangan musuh. Mereka boleh tetap memilih bertahan di rumah-rumah mereka dan memerangi musuh di sana. Ini jika strategi ini diharapkan lebih mudah untuk mengalahkan musuh. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dalam Perang Uhud.
DuelMaut Rasulullah dengan Ubay bin Khalaf. Ahad, 22 April 2018 | 15:30 WIB. Rasulullah memimpin langsung 27 peperangan yang terjadi pada masanya. Namun, hanya sembilan peperangan saja yang berakhir dengan pertempuran karena selebihnya musuh menyerah secara damai. Perang Waddan (al-Abwa’) merupakan perang pertama yang diikuti
- Perang Badar terjadi pada 17 Ramadan tahun kedua Hijriah atau 13 Maret 624 Masehi, tepat hari ini 1397 tahun silam. Nabi Muhammad bersama kaum muslimin berada di Badar selama tiga hari, kemudian pulang dengan kemenangan ke kota Madinah sembari membawa tawanan dan sejumlah ganimah atau harta rampasan perang. Menurut Mahmud Syeit Khaththab dalam Rasulullah Sang Panglima 2002 83-110, selama bulan Ramadan 2 H, atau setahun sebelum kalah dalam Perang Uhud, Rasulullah memimpin sebuah kontingen besar kaum muslim untuk memotong jalan kafilah Makkah pimpinan Abu Sufyan yang pulang dari ini merupakan salah satu kafilah terpenting pada tahun itu. Disemangati oleh kesuksesan Ekspedisi Nakhlah, serombongan besar kaum Anshar menyediakan diri untuk bergabung dalam penyerbuan. Sekitar 314 kaum muslim berangkat dari Madinah dan bergerak menuju Badar, dekat pantai Laut Merah, tempat mereka hendak menyergap kafilah pimpinan Abu Sufyan. Ekspedisi ini menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah awal Islam. Meski demikian, sebagian dari kaum muslimin yang paling setia tetap tinggal di rumah, di antaranya adalah Utsman ibn Affan. Istrinya, Ruqayyah putri Rasulullah, sedang sakit berat. Semula, kafilah itu tampak seperti akan lolos. Karen Armstrong dalam Muhammad Prophet for Our Time 2006 148-155 mengisahkan, Abu Sufyan mendapat kabar perihal rencana kaum muslim. Maka, alih-alih mengambil rute yang biasa melintasi Hijaz, dia berkelok tajam menjauh dari pantai dan mengirim seorang dari suku setempat untuk pergi ke Makkah mencari Quraisy marah atas keberanian Muhammad yang mereka anggap sebagai penodaan bagi kehormatan mereka. Seluruh pemimpin Makkah bertekad untuk menyelamatkan kafilah itu, termasuk Abu Jahal. Ummayah ibn Khalaf juga mengambil baju perangnya, dan bahkan anggota keluarga Muhammad sendiri berangkat untuk melawannya lantaran yakin bahwa kali ini Muhammad telah bertindak terlalu jauh. Abu Lahab sedang sakit, tetapi dua putra Abu Thalib, pamannya Abbas, dan sepupu Khadijah Hakim bergabung dengan ribuan lelaki yang berangkat keluar dari Makkah malam itu dan berbaris menuju Badar. Sementara itu, Abu Sufyan telah berhasil mengecoh kaum muslim dan membawa kafilahnya menjauh dari jangkauan mereka. Mamar Ibn Rāshid dalam The Expeditions An Early Biography of Muhammad 2014 51-60 mengisahkan, Abu Sufyan mengirim kabar bahwa barang dagangan mereka aman dan pasukan tentara harus kembali titik ini, banyak di antara kaum Quraisy yang enggan untuk memerangi kerabat mereka sendiri di kalangan kaum muslim. Akan tetapi, Abu Jahal tidak mau mendengarnya. “Demi Allah!” teriaknya. “Kita tidak akan kembali hingga kita telah tiba di Badar. Kita akan melewatkan tiga hari di sana, membantai unta-unta, dan berpesta dan meminum anggur; dan anak-anak perempuan akan tampil untuk kita. Orang-orang Arab akan mendengar bahwa kita telah datang dan akan menghormati kita di masa depan.”Namun, kata-kata yang lantang ini menunjukkan bahwa Abu Jahal sendiri tidak mengharapkan sebuah pertempuran. Dia tak punya bayangan tentang kengerian perang. Yang tampaknya dia fantasikan adalah semacam pesta, lengkap dengan puan-puan yang menari. Menurut Reza Aslan dalam No god but God The Origins, Evolution, and Future of Islam 2005 104-129, spirit yang sangat berbeda terdapat di perkemahan kaum muslim. Setelah trauma dan teror hijrah, kaum Muhajirin tidak bisa mempertimbangkan situasi itu dengan terlalu percaya diri dan gegabah. Segera setelah Muhammad mendengar bahwa tentara Makkah sedang mendekat, dia berkonsultasi kepada para kepala suku yang lain. Jumlah tentara muslim jauh lebih sedikit. Yang mereka harapkan adalah sebuah penyerangan biasa, bukan pertempuran besar. Tidak seperti suku Quraisy, suku Aus dan Khazraj merupakan tentara-tentara terlatih, setelah bertahun-tahun peperangan antarsuku di Yatsrib. Akan tetapi, mereka berada dalam keadaan yang sangat buruk dan seluruh kaum muslim berharap mereka tidak mesti dua hari, kedua pasukan saling melempar pandangan dari ujung-ujung lembah yang berlawanan. Tariq Ramadan dalam Footsteps of the Prophet Lessons from the Life of Muhammad 2014 184-187 menuturkan, suku Quraisy tampak mengesankan dalam tunik putih dan persenjataan mereka nan berkilau. Di sisi lain, meski Sa’ad mengucapkan kata-kata yang membakar semangat, sebagian kaum muslim ingin mundur. Ketakutan yang besar merebak di perkemahan itu. Nabi mencoba menaikkan semangat mereka. Dia menuturkan bahwa dalam sebuah mimpi, Allah telah menjanjikan untuk mengirim ribuan malaikat untuk bertempur bersama mereka. Sementara suku Quraisy berpesta dan minum-minum, Muhammad membuat persiapan taktis. Muhammad menjejerkan tentaranya dalam formasi yang rapat dan menempatkan orang-orang di sumur-sumur, mengeringkan persediaan air suku Quraisy dan memaksa mereka, ketika tiba saatnya, untuk naik ke bukit, bertempur dengan pandangan mata silau lantaran sinar matahari. Akan tetapi ketika melihat besarnya pasukan tentara Makkah, Rasulullah menangis. “Ya Allah,” dia berdoa, “jikalau rombongan yang bersamaku ini ditakdirkan untuk binasa, takkan ada seorang pun setelah aku yang akan menyembah-Mu; semua orang beriman akan meninggalkan agama nan sejati.” Muhammad sadar bahwa pertempuran itu akan menjadi penentu. Tekad kuat dalam dirinya telah menjalar kepada para pengikutnya. Sementara itu, kaum Quraisy menjadi semakin waspada. Sean W. Anthony dalam Muhammad and the Empires of Faith The Making of the Prophet of Islam 2020 mengisahkan, para kepala suku telah mengirimkan seorang mata-mata untuk melaporkan pasukan musuh. Sang mata-mata terperangah menyaksikan tekad kuat di wajah-wajah kaum muslim dan memohon suku Quraisy untuk tidak bertempur. Namun Abu Jahal tak bisa menerima alasan apa pun dan menuduh mata-mata itu pengecut. Abu Jahal lantas berpaling kepada saudara lelaki seorang pria yang dibantai oleh penyerang muslim di Nakhlah. Lelaki itu lalu meneriakkan pekik peperangan, dan orang-orang keras kepala melangkah menuju nasib buruk Quraisy mulai bergerak maju dengan perlahan melintasi gurun pasir. Muhammad menolak menyerang terlebih dahulu, bahkan setelah pertempuran dimulai. Dia tampak enggan untuk melepas orang-orangnya hingga Abu Bakar mengatakan kepadanya untuk menyudahi doa dan memimpin pasukan. Dalam pertempuran sengit, kaum Quraisy segera menyadari bahwa mereka sedang menghadapi kemungkinan terburuk. Mereka berperang dengan semangat nekat dan ceroboh, seolah-olah ini adalah turnamen kekesatriaan, dan tidak punya strategi yang terpadu. Sebaliknya, kaum muslim memiliki rencana yang matang. Mereka mengawalinya dengan menyerang musuh menggunakan panah. Setelah itu baru menghunus pedang untuk bertarung satu lawan satu pada menit-menit terakhir. Menjelang tengah hari, suku Quraisy telah kabur, meninggalkan sekitar lima puluh pemimpin mereka, termasuk Abu Jahal yang tewas. Sementara korban di pihak muslim hanya empat belas orang. Armstrong 2006 152. Kaum muslim dengan gembira mulai mengepung tawanan dan menarik pedang-pedang mereka. Dalam perang kesukuan, tidak ada tempat untuk pihak yang tertaklukkan. Korban biasanya dimutilasi, sedangkan tawanan entah dipenggal atau disiksa. Namun Muhammad dengan segera memerintahkan pasukannya untuk menahan diri. Sebuah wahyu turun untuk memastikan bahwa para tawanan perang harus dibebaskan atau ditebus. Infografik Mozaik Perang Badar. Setelah Perang Badar Menurut Ahmed Al-Dawoody dalam The Islamic Law of War Justifications and Regulations 2011 26-57, Muhammad bukanlah seorang pasifis. Muhammad yakin bahwa peperangan kadang tidak terelakkan dan bahkan perlu. Pascaperang Badar, kaum muslim pirsa, bahwa hanya masalah waktu sebelum Makkah akan melancarkan serangan pembalasan, dan mereka menyediakan diri untuk jihad nan panjang dan berat. Akan tetapi, arti utama itu, yang begitu sering kita dengar kiwari, bukanlah “perang suci”, melainkan “upaya” atau “perjuangan” yang dituntut untuk menegakkan kehendak Tuhan dalam tindakan. Kaum muslim diminta untuk berjuang dalam pelbagai bidang intelektual, sosial, ekonomi, spiritual, dan domestik. Terkadang mereka harus berperang, tetapi itu bukan tugas utama mereka. Dalam perjalanan pulang dari Badar, Muhammad mengucapkan sebuah hadis penting yang sering dikutip “Kita baru kembali dari Jihad Kecil peperangan itu dan menuju Jihad Besar”-perjuangan yang jauh lebih penting dan sulit, yakni mereformasi masyarakat dan diri mereka sendiri. Menurut Lesley Hazleton dalam The First Muslim The Story of Muhammad 2013, Badar telah mengangkat Muhammad ke tingkat yang lebih tinggi di Madinah. Tatkala mereka mempersiapkan diri untuk serangan balik dari kaum Quraisy, disepakati sebuah perjanjian antara Nabi dan kaum Arab serta Yahudi di Madinah. Mereka akan hidup rukun bersama kaum muslim, dan berjanji tidak akan mengikat perjanjian yang liyan dengan Makkah. Seluruh warga diminta untuk membela oasis itu terhadap setiap serangan. Konstitusi anyar dengan hati-hati menjamin kebebasan beragama bagi klan-klan Yahudi, tapi mengharapkan mereka untuk memberi bantuan bagi siapa pun yang berperang melawan orang-orang yang bermufakat dalam perjanjian perlu mengetahui siapa yang berada di pihaknya, dan sebagian orang yang tidak bersedia menerima ketetapan dalam perjanjian itu harus pergi meninggalkan Madinah. Mereka mencakup beberapa hanif-istilah Arab yang merujuk kepada agama tauhid yang bukan Yahudi ataupun Kristen-yang pemujaan terhadap Ka’bah menuntut mereka untuk tetap bersetia kepada kaum Quraisy. Bagi mereka, Muhammad masih merupakan figur kontroversial, tetapi sebagai akibat kemenangannya di Badar, sebagian suku Badui bersedia menjadi sekutu Madinah dalam pertempuran yang akan datang. Dalam keluarga Muhammad pun terjadi beberapa perubahan. Martin Lings dalam Muhammad His Life Based on the Earliest Sources 1987 207-218 menyebutkan, sekembalinya dari Badar, Muhammad mendapat kabar duka bahwa putrinya, Ruqayyah, telah wafat. Utsman sedang berduka, namun dengan senang hati menerima uluran tangan saudara perempuan mendiang istrinya, Ummu Kultsum, dan mempertahankan hubungan dekat Utsman dengan Muhammad. Salah seorang tawanan perang adalah menantu pagan Muhammad, Abu al-Ash, yang tetap setia pada agama tradisional. Istrinya, Zainab, yang masih tinggal di Makkah, mengirimkan uang tebusan ke Madinah bersama sebuah kalung perak yang dulu dimiliki oleh segera mengenali kalung itu dan untuk sesaat diliputi rasa duka. Menurut Kecia Ali dalam The Lives of Muhammad 2014, Muhammad membebaskan Abu al-Ash tanpa mengambil uang tebusan itu, berharap akan mendorongnya untuk menerima Islam. Namun Abu al-Ash menolak untuk memeluk Islam, tetapi dengan amat berat hati menyetujui permintaan Nabi agar dia mengirimkan Zainab dan anak perempuan mereka, Umamah, ke Madinah. Di waktu ini juga putri bungsu Muhammad, Fathimah, menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Pasangan itu membangun rumah di dekat masjid. - Politik Penulis Muhammad IqbalEditor Irfan Teguh
Еኟу ርαщыф кաΥф юሄθχощ
Шомимեнеት ηинтխбο оነοшեጨэОнеβυскυрс аш
Ηιсруժխцув υጂиጰጣβιւонХеቻи σ ሀኩупрፀ
Θчаጏого юкувጼхቫሹаКлωпፕ ֆоղеζθ чենεղጽ
perangbadar Kemarahan penduduk Makkah semakin hari semakin menjadi-jadi disebabkan karena mereka mengtahui bahwa agama islam di Madinah telah mengalami kemajuan yang berarti.Meraka khawatir orang-orang islam akan membalas kekejaman-kekejaman yang pernah mereka lakukan.
BADAR, - Sejarah Perang Badar terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau tanggal 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah. Perang Badar melibatkan 314 pasukan kaum Muslimin melawan lebih dari orang Quraisy. Ini merupakan perang pertama yang dijalani kaum Muslimin sejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW pada 622 juga Kisah Perang Sejarah Penaklukan Konstantinopel oleh Turki Ottoman Melansir buku Ringkasan Tafsir Ibnu Kasir 1999 karya Muhammad Nasib Ar-Riva, Badar adalah nama suatu tempat yang terletak di antara Mekkah dan Madinah. Di situ terdapat sumber mata air Badar, sehingga perang tersebut dinamakan Perang mula Perang Badar Melansir artikel pada 16 Mei 2020, Perang Badar bermula dari tersiarnya kabar di Kota Madinah tentang kafilah besar kaum Quraisy yang berangkat meninggalkan Syam untuk pulang ke Mekkah. Kafilah itu membawa barang perniagaan yang sangat besar nilainya, dengan ekor unta untuk membawa barang-barang berharga. Baca juga Kisah Perang Salib Sejarah Perebutan Yerusalem Selama 200 Tahun Kaum Muslimin lalu mengadang kafilah dagang Abu Sufyan yang membawa barang dagangan Quraisy dari Syam. Motif pengadangan adalah keinginan kaum Muslimin untuk mengambil hak-hak mereka yang dulu dirampas kaum Quraisy. Sementara itu di kalangan kaum Quraisy sendiri, tumbuh kecemburuan terhadap perkembangan kota Madinah di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW.
MenteriAgama Fachrul Razi mengajak pemimpin muda Islam di dunia untuk mencontoh kepemimpinan Rasulullah. Sebab Rasulullah merupakan manusia yang paling mulia akhlaknya. "Karena di depan saya para pemimpin muda Islam dunia, makanya saya rasa perlu kita mencontoh kepemimpinan Rasulullah," ujar Menag Fachrul Razi di acara Indonesia Islamic
Home Hikmah Senin, 11 Mei 2020 - 0815 WIBloading... Perang Badar Al-Kubra merupakan peristiwa besar bersejarah yang menentukan masa depan Islam dan kaum muslimin. Foto Ilustrasi/Ist A A A Perang Badar Al-Kubra غزوة بدر merupakan peristiwa besar bersejarah yang menentukan masa depan Islam dan kaum muslimin. Perang ini terjadi pada 17 Ramadhan 2 Hijriyah 13 Maret 624 Masehi dan dikenal sebagai perang ideologi bertemunya dua kekuatan yaitu pasukan muslim dengan kafir Quraisy. Sebanyak 313 pasukan muslim yang merupakan orang-orang terbaik mengalahkan pasukan kafir Quraisy yang berjumlah orang. Al-Qur'an menamakan peristiwa itu dengan Yaumul Furqan hari pembeda yaitu hari bertemunya 2 pasukan. Inilah karunia besar Allah untuk kaum muslimin. Baca Juga Perang Badar 1 Menguji Kesetiaan Kaum Anshar Dalam Kitab Ar-Rahiqul Makhtum Sirah Nabawiyah karya Syeikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri dijelaskan, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam hanya membawa 313 pasukan muslim di perang Badar , perang yang terjadi di lembah bernama Badar antara Makkah dan Madinah. Rinciannya, 82 sahabat muhajirin, 61 orang dari suku Aus, dan 170 dari suku Badr pejuang perang Badar radhiallahu 'anhum adalah orang-orang paling mulia afdhol sebagaimana dikatakan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam SAW. Dalam Al-Qur'an, Allah Ta'ala berfirmanكَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ"…Betapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." QS. Al Baqarah 249. Baca Juga Perang Badar 2 Bukti Dahsyatnya Kekuatan Doa dan Keyakinan Dalam riwayat Imam Ahmad dengan sanad yang sesuai syarat Imam Muslim dari hadis Jabir, ditegaskan bahwa Rasulullah SAW bersabdaلَنْ يَدْخُلَ النَّارَ أَحَدٌ شَهِدَ بَدْرًا"Yang ikut serta dalam Perang Badar tidak akan masuk neraka". Al-Fath, 9/46. Baca Juga Inilah Penyebab Terjadinya Perang Badar Al-Kubra Adapun sahabat Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu walaupun tidak ikut dalam pertempuran itu,Rasulullah SAW tetap memberinya bagian dari harta rampasan perang. Nabi memerintahkan Utsman di rumah untuk menjaga istrinya yang juga putri Rasulullah kala itu sedang sakit. Berikut Nama 313 Pejuang Perang Badar 1. Sayyiduna Muhammad Rasulullah Abu Bakar as-Shiddiq رضي الله عنه3. Umar bin al-Khattab رضي الله عنه4. Utsman bin Affan رضي الله عنه5. Ali bin Abu Tholib رضي الله عنه6. Talhah bin Ubaidillah رضي الله عنه7. Bilal bin Rabbah رضي الله عنه8. Hamzah bin Abdul Muttolib رضي الله عنه9. Abdullah bin Jahsyi رضي الله عنه10. Al-Zubair bin al-Awwam رضي الله عنه11. Mus’ab bin Umair bin Hasyim رضي الله عنه12. Abdur Rahman bin Auf رضي الله عنه13. Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه14. Sa’ad bin Abi Waqqas رضي الله عنه15. Abu Kabsyah al-Faris رضي الله عنه16. Anasah al-Habsyi رضي الله عنه17. Zaid bin Harithah al-Kalbi رضي الله عنه18. Marthad bin Abi Marthad al-Ghanawi رضي الله عنه19. Abu Marthad al-Ghanawi رضي الله عنه20. Al-Husain bin al-Harith bin Abdul Muttolib رضي الله عنه21. Ubaidah bin al-Harith bin Abdul Muttolib رضي الله عنه22. Al-Tufail bin al-Harith bin Abdul Muttolib رضي الله عنه23. Mistah bin Usasah bin Ubbad bin Abdul Muttolib رضي الله عنه24. Abu Huzaifah bin Utbah bin Rabi’ah رضي الله عنه25. Subaih maula Abi Asi bin Umaiyyah رضي الله عنه26. Salim maula Abu Huzaifah رضي الله عنه27. Sinan bin Muhsin رضي الله عنه28. Ukasyah bin Muhsin رضي الله عنه29. Sinan bin Abi Sinan رضي الله عنه30. Abu Sinan bin Muhsin رضي الله عنه31. Syuja’ bin Wahab رضي الله عنه32. Utbah bin Wahab رضي الله عنه33. Yazid bin Ruqais رضي الله عنه34. Muhriz bin Nadhlah رضي الله عنه35. Rabi’ah bin Aksam رضي الله عنه36. Thaqfu bin Amir رضي الله عنه37. Malik bin Amir رضي الله عنه38. Mudlij bin Amir رضي الله عنه39. Abu Makhsyi Suwaid bin Makhsyi al-To’i رضي الله عنه40. Utbah bin Ghazwan رضي الله عنه41. Khabbab maula Utbah bin Ghazwan رضي الله عنه42. Hathib bin Abi Balta’ah al-Lakhmi رضي الله عنه43. Sa’ad al-Kalbi maula Hathib رضي الله عنه44. Suwaibit bin Sa’ad bin Harmalah رضي الله عنه45. Umair bin Abi Waqqas رضي الله عنه46. Al-Miqdad bin Amru رضي الله عنه47. Mas’ud bin Rabi’ah رضي الله عنه48. Zus Syimalain Amru bin Amru رضي الله عنه49. Khabbab bin al-Arat al-Tamimi رضي الله عنه50. Amir bin Fuhairah رضي الله عنه51. Suhaib bin Sinan رضي الله عنه52. Abu Salamah bin Abdul Asad رضي الله عنه53. Syammas bin Uthman رضي الله عنه54. Al-Arqam bin Abi al-Arqam رضي الله عنه55. Ammar bin Yasir رضي الله عنه56. Mu’attib bin Auf al-Khuza’i رضي الله عنه57. Zaid bin al-Khattab رضي الله عنه58. Amru bin Suraqah رضي الله عنه59. Abdullah bin Suraqah رضي الله عنه60. Sa’id bin Zaid bin Amru رضي الله عنه61. Mihja bin Akk maula Umar bin al-Khattab رضي الله عنه62. Waqid bin Abdullah al-Tamimi رضي الله عنه63. Khauli bin Abi Khauli al-Ijli رضي الله عنه64. Malik bin Abi Khauli al-Ijli رضي الله عنه65. Amir bin Rabi’ah رضي الله عنه66. Amir bin al-Bukair رضي الله عنه67. Aqil bin al-Bukair رضي الله عنه68. Khalid bin al-Bukair رضي الله عنه69. Iyas bin al-Bukair رضي الله عنه70. Uthman bin Maz’un رضي الله عنه71. Qudamah bin Maz’un رضي الله عنه72. Abdullah bin Maz’un رضي الله عنه73. Al-Saib bin Uthman bin Maz’un رضي الله عنه74. Ma’mar bin al-Harith رضي الله عنه75. Khunais bin Huzafah رضي الله عنه76. Abu Sabrah bin Abi Ruhm رضي الله عنه77. Abdullah bin Makhramah رضي الله عنه78. Abdullah bin Suhail bin Amru رضي الله عنه79. Wahab bin Sa’ad bin Abi Sarah رضي الله عنه80. Hatib bin Amru رضي الله عنه81. Umair bin Auf رضي الله عنه82. Sa’ad bin Khaulah رضي الله عنه83. Abu Ubaidah Amir al-Jarah رضي الله عنه84. Amru bin al-Harith رضي الله عنه85. Suhail bin Wahab bin Rabi’ah رضي الله عنه86. Safwan bin Wahab رضي الله عنه87. Amru bin Abi Sarah bin Rabi’ah رضي الله عنه88. Sa’ad bin Muaz رضي الله عنه89. Amru bin Muaz رضي الله عنه90. Al-Harith bin Aus رضي الله عنه91. Al-Harith bin Anas رضي الله عنه92. Sa’ad bin Zaid bin Malik رضي الله عنه93. Salamah bin Salamah bin Waqsyi رضي الله عنه94. Ubbad bin Waqsyi رضي الله عنه95. Salamah bin Thabit bin Waqsyi رضي الله عنه96. Rafi’ bin Yazid bin Kurz رضي الله عنه97. Al-Harith bin Khazamah bin Adi رضي الله عنه98. Muhammad bin Maslamah al-Khazraj رضي الله عنه99. Salamah bin Aslam bin Harisy رضي الله عنه100. Abul Haitham bin al-Tayyihan رضي الله عنه101. Ubaid bin Tayyihan رضي الله عنه102. Abdullah bin Sahl رضي الله عنه103. Qatadah bin Nu’man bin Zaid رضي الله عنه104. Ubaid bin Aus رضي الله عنه105. Nasr bin al-Harith bin Abd رضي الله عنه106. Mu’attib bin Ubaid رضي الله عنه107. Abdullah bin Tariq al-Ba’lawi رضي الله عنه108. Mas’ud bin Sa’ad رضي الله عنه109. Abu Absi Jabr bin Amru رضي الله عنه110. Abu Burdah Hani’ bin Niyyar al-Ba’lawi رضي الله عنه111. Asim bin Thabit bin Abi al-Aqlah رضي الله عنه112. Mu’attib bin Qusyair bin Mulail رضي الله عنه113. Abu Mulail bin al-Az’ar bin Zaid رضي الله عنه114. Umair bin Mab’ad bin al-Az’ar رضي الله عنه115. Sahl bin Hunaif bin Wahib رضي الله عنه116. Abu Lubabah Basyir bin Abdul Munzir رضي الله عنه117. Mubasyir bin Abdul Munzir رضي الله عنه118. Rifa’ah bin Abdul Munzir رضي الله عنه119. Sa’ad bin Ubaid bin al-Nu’man رضي الله عنه120. Uwaim bin Sa’dah bin Aisy رضي الله عنه121. Rafi’ bin Anjadah رضي الله عنه122. Ubaidah bin Abi Ubaid رضي الله عنه123. Tha’labah bin Hatib رضي الله عنه124. Unais bin Qatadah bin Rabi’ah رضي الله عنه125. Ma’ni bin Adi al-Ba’lawi رضي الله عنه126. Thabit bin Akhram al-Ba’lawi رضي الله عنه127. Zaid bin Aslam bin Tha’labah al-Ba’lawi رضي الله عنه128. Rib’ie bin Rafi’ al-Ba’lawi رضي الله عنه129. Asim bin Adi al-Ba’lawi رضي الله عنه130. Jubr bin Atik رضي الله عنه131. Malik bin Numailah al-Muzani رضي الله عنه132. Al-Nu’man bin Asr al-Ba’lawi رضي الله عنه133. Abdullah bin Jubair رضي الله عنه134. Asim bin Qais bin Thabit رضي الله عنه135. Abu Dhayyah bin Thabit bin al-Nu’man رضي الله عنه136. Abu Hayyah bin Thabit bin al-Nu’man رضي الله عنه137. Salim bin Amir bin Thabit رضي الله عنه138. Al-Harith bin al-Nu’man bin Umayyah رضي الله عنه139. Khawwat bin Jubair bin al-Nu’man رضي الله عنه140. Al-Munzir bin Muhammad bin Uqbah رضي الله عنه141. Abu Uqail bin Abdullah bin Tha’labah رضي الله عنه142. Sa’ad bin Khaithamah رضي الله عنه143. Munzir bin Qudamah bin Arfajah رضي الله عنه144. Tamim maula Sa’ad bin Khaithamah رضي الله عنه145. Al-Harith bin Arfajah رضي الله عنه146. Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair رضي الله عنه147. Sa’ad bin al-Rabi’ bin Amru رضي الله عنه148. Abdullah bin Rawahah رضي الله عنه149. Khallad bin Suwaid bin Tha’labah رضي الله عنه150. Basyir bin Sa’ad bin Tha’labah رضي الله عنه151. Sima’ bin Sa’ad bin Tha’labah رضي الله عنه152. Subai bin Qais bin Isyah رضي الله عنه153. Ubbad bin Qais bin Isyah رضي الله عنه154. Abdullah bin Abbas رضي الله عنه155. Yazid bin al-Harith bin Qais رضي الله عنه156. Khubaib bin Isaf bin Atabah رضي الله عنه157. Abdullah bin Zaid bin Tha’labah رضي الله عنه158. Huraith bin Zaid bin Tha’labah رضي الله عنه159. Sufyan bin Bisyr bin Amru رضي الله عنه160. Tamim bin Ya’ar bin Qais رضي الله عنه161. Abdullah bin Umair رضي الله عنه162. Zaid bin al-Marini bin Qais رضي الله عنه163. Abdullah bin Urfutah رضي الله عنه164. Abdullah bin Rabi’ bin Qais رضي الله عنه165. Abdullah bin Abdullah bin Ubai رضي الله عنه166. Aus bin Khauli bin Abdullah رضي الله عنه167. Zaid bin Wadi’ah bin Amru رضي الله عنه168. Uqbah bin Wahab bin Kaladah رضي الله عنه169. Rifa’ah bin Amru bin Amru bin Zaid رضي الله عنه170. Amir bin Salamah رضي الله عنه171. Abu Khamishah Ma’bad bin Ubbad رضي الله عنه172. Amir bin al-Bukair رضي الله عنه173. Naufal bin Abdullah bin Nadhlah رضي الله عنه174. Utban bin Malik bin Amru bin al-Ajlan رضي الله عنه175. Ubadah bin al-Somit رضي الله عنه176. Aus bin al-Somit رضي الله عنه177. Al-Nu’man bin Malik bin Tha’labah رضي الله عنه178. Thabit bin Huzal bin Amru bin Qarbus رضي الله عنه179. Malik bin Dukhsyum bin Mirdhakhah رضي الله عنه180. Al-Rabi’ bin Iyas bin Amru bin Ghanam رضي الله عنه181. Waraqah bin Iyas bin Ghanam رضي الله عنه182. Amru bin Iyas رضي الله عنه183. Al-Mujazzar bin Ziyad bin Amru رضي الله عنه184. Ubadah bin al-Khasykhasy رضي الله عنه185. Nahhab bin Tha’labah bin Khazamah رضي الله عنه186. Abdullah bin Tha’labah bin Khazamah رضي الله عنه187. Utbah bin Rabi’ah bin Khalid رضي الله عنه188. Abu Dujanah Sima’ bin Kharasyah رضي الله عنه189. Al-Munzir bin Amru bin Khunais رضي الله عنه190. Abu Usaid bin Malik bin Rabi’ah رضي الله عنه191. Malik bin Mas’ud bin al-Badan رضي الله عنه192. Abu Rabbihi bin Haqqi bin Aus رضي الله عنه193. Ka’ab bin Humar al-Juhani رضي الله عنه194. Dhamrah bin Amru رضي الله عنه195. Ziyad bin Amru رضي الله عنه196. Basbas bin Amru رضي الله عنه197. Abdullah bin Amir al-Ba’lawi رضي الله عنه198. Khirasy bin al-Shimmah bin Amru رضي الله عنه199. Al-Hubab bin al-Munzir bin al-Jamuh رضي الله عنه200. Umair bin al-Humam bin al-Jamuh رضي الله عنه201. Tamim maula Khirasy bin al-Shimmah رضي الله عنه202. Abdullah bin Amru bin Haram رضي الله عنه203. Muaz bin Amru bin al-Jamuh رضي الله عنه204. Mu’awwiz bin Amru bin al-Jamuh رضي الله عنه205. Khallad bin Amru bin al-Jamuh رضي الله عنه206. Uqbah bin Amir bin Nabi bin Zaid رضي الله عنه207. Hubaib bin Aswad رضي الله عنه208. Thabit bin al-Jiz’i رضي الله عنه209. Umair bin al-Harith bin Labdah رضي الله عنه210. Basyir bin al-Barra’ bin Ma’mur رضي الله عنه211. Al-Tufail bin al-Nu’man bin Khansa’ رضي الله عنه212. Sinan bin Saifi bin Sakhr bin Khansa’ رضي الله عنه213. Abdullah bin al-Jaddi bin Qais رضي الله عنه214. Atabah bin Abdullah bin Sakhr رضي الله عنه215. Jabbar bin Umaiyah bin Sakhr رضي الله عنه216. Kharijah bin Humayyir al-Asyja’i رضي الله عنه217. Abdullah bin Humayyir al-Asyja’i رضي الله عنه218. Yazid bin al-Munzir bin Sahr رضي الله عنه219. Ma’qil bin al-Munzir bin Sahr رضي الله عنه220. Abdullah bin al-Nu’man bin Baldumah رضي الله عنه221. Al-Dhahlak bin Harithah bin Zaid رضي الله عنه222. Sawad bin Razni bin Zaid رضي الله عنه223. Ma’bad bin Qais bin Sakhr bin Haram رضي الله عنه224. Abdullah bin Qais bin Sakhr bin Haram رضي الله عنه225. Abdullah bin Abdi Manaf رضي الله عنه226. Jabir bin Abdullah bin Riab رضي الله عنه227. Khulaidah bin Qais bin al-Nu’man رضي الله عنه228. An-Nu’man bin Yasar رضي الله عنه229. Abu al-Munzir Yazid bin Amir رضي الله عنه230. Qutbah bin Amir bin Hadidah رضي الله عنه231. Sulaim bin Amru bin Hadidah رضي الله عنه232. Antarah maula Qutbah bin Amir رضي الله عنه233. Abbas bin Amir bin Adi رضي الله عنه234. Abul Yasar Ka’ab bin Amru bin Abbad رضي الله عنه235. Sahl bin Qais bin Abi Ka’ab bin al-Qais رضي الله عنه236. Amru bin Talqi bin Zaid bin Umaiyah رضي الله عنه237. Muaz bin Jabal bin Amru bin Aus رضي الله عنه238. Qais bin Mihshan bin Khalid رضي الله عنه239. Abu Khalid al-Harith bin Qais bin Khalid رضي الله عنه240. Jubair bin Iyas bin Khalid رضي الله عنه241. Abu Ubadah Sa’ad bin Uthman رضي الله عنه242. Uqbah bin Uthman bin Khaladah رضي الله عنه243. Ubadah bin Qais bin Amir bin Khalid رضي الله عنه244. As’ad bin Yazid bin al-Fakih رضي الله عنه245. Al-Fakih bin Bisyr رضي الله عنه246. Zakwan bin Abdu Qais bin Khaladah رضي الله عنه247. Muaz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah رضي الله عنه248. Aiz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah رضي الله عنه249. Mas’ud bin Qais bin Khaladah رضي الله عنه250. Rifa’ah bin Rafi’ bin al-Ajalan رضي الله عنه251. Khallad bin Rafi’ bin al-Ajalan رضي الله عنه252. Ubaid bin Yazid bin Amir bin al-Ajalan رضي الله عنه253. Ziyad bin Lubaid bin Tha’labah رضي الله عنه254. Khalid bin Qais bin al-Ajalan رضي الله عنه255. Rujailah bin Tha’labah bin Khalid رضي الله عنه256. Atiyyah bin Nuwairah bin Amir رضي الله عنه257. Khalifah bin Adi bin Amru رضي الله عنه258. Rafi’ bin al-Mu’alla bin Luzan رضي الله عنه259. Abu Ayyub bin Khalid al-Ansari رضي الله عنه260. Thabit bin Khalid bin al-Nu’man رضي الله عنه261. Umarah bin Hazmi bin Zaid رضي الله عنه262. Suraqah bin Ka’ab bin Abdul Uzza رضي الله عنه263. Suhail bin Rafi’ bin Abi Amru رضي الله عنه264. Adi bin Abi al-Zaghba’ al-Juhani رضي الله عنه265. Mas’ud bin Aus bin Zaid رضي الله عنه266. Abu Khuzaimah bin Aus bin Zaid رضي الله عنه267. Rafi’ bin al-Harith bin Sawad bin Zaid رضي الله عنه268. Auf bin al-Harith bin Rifa’ah رضي الله عنه269. Mu’awwaz bin al-Harith bin Rifa’ah رضي الله عنه270. Muaz bin al-Harith bin Rifa’ah رضي الله عنه271. An-Nu’man bin Amru bin Rifa’ah رضي الله عنه272. Abdullah bin Qais bin Khalid رضي الله عنه273. Wadi’ah bin Amru al-Juhani رضي الله عنه274. Ishmah al-Asyja’i رضي الله عنه275. Thabit bin Amru bin Zaid bin Adi رضي الله عنه276. Sahl bin Atik bin al-Nu’man رضي الله عنه277. Tha’labah bin Amru bin Mihshan رضي الله عنه278. Al-Harith bin al-Shimmah bin Amru رضي الله عنه279. Ubai bin Ka’ab bin Qais رضي الله عنه280. Anas bin Muaz bin Anas bin Qais رضي الله عنه281. Aus bin Thabit bin al-Munzir bin Haram رضي الله عنه282. Abu Syeikh bin Ubai bin Thabit رضي الله عنه283. Abu Tolhah bin Zaid bin Sahl رضي الله عنه284. Abu Syeikh Ubai bin Thabit رضي الله عنه285. Harithah bin Suraqah bin al-Harith رضي الله عنه286. Amru bin Tha’labah bin Wahb bin Adi رضي الله عنه287. Salit bin Qais bin Amru bin Atik رضي الله عنه288. Abu Salit bin Usairah bin Amru رضي الله عنه289. Thabit bin Khansa’ bin Amru bin Malik رضي الله عنه290. Amir bin Umaiyyah bin Zaid رضي الله عنه291. Muhriz bin Amir bin Malik رضي الله عنه292. Sawad bin Ghaziyyah رضي الله عنه293. Abu Zaid Qais bin Sakan رضي الله عنه294. Abul A’war bin al-Harith bin Zalim رضي الله عنه295. Sulaim bin Milhan رضي الله عنه296. Haram bin Milhan رضي الله عنه297. Qais bin Abi Sha’sha’ah رضي الله عنه298. Abdullah bin Ka’ab bin Amru رضي الله عنه299. Ishmah al-Asadi رضي الله عنه300. Abu Daud Umair bin Amir bin Malik رضي الله عنه301. Suraqah bin Amru bin Atiyyah رضي الله عنه302. Qais bin Mukhallad bin Tha’labah رضي الله عنه303. Al-Nu’man bin Abdi Amru bin Mas’ud رضي الله عنه304. Al-Dhahhak bin Abdi Amru رضي الله عنه305. Sulaim bin al-Harith bin Tha’labah رضي الله عنه306. Jabir bin Khalid bin Mas’ud رضي الله عنه307. Sa’ad bin Suhail bin Abdul Asyhal رضي الله عنه308. Ka’ab bin Zaid bin Qais رضي الله عنه309. Bujir bin Abi Bujir al-Abbasi رضي الله عنه310. Itban bin Malik bin Amru al-Ajalan رضي الله عنه311. Ismah bin al-Hushain bin Wabarah رضي الله عنه312. Hilal bin al-Mu’alla al-Khazraj رضي الله عنه313. Oleh bin Syuqrat رضي الله عنه khadam Nabi ﷺ Demikian ulasan singkat Perang Badar dan 313 nama-nama pejuang Ahlul Badar. Semoga Allah Ta'ala memberikan sebaik-baik balasan dan kedudukan terbaik untuk semua nama-nama Ahlul Badar. Mudah-mudahan kita juga mendapat bagian syafa'at para Syuhada Badar yang mulia صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمدrhs ahlul badar perang badar nabi muhammad saw rasulullah saw sejarah islam Artikel Terkini More 39 menit yang lalu 39 menit yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu
. 122 225 357 303 264 351 182 81

ahadun ahad perang badar